Artikel

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyerahkan Surat Rekomendasi Izin Pembentukan LAZ dan Penandatanganan Pakta Integritas kepada Lembaga Amil Zakat (LAZ Al-Kahfi Peduli).

(26/5/2023) –Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyerahkan Surat Rekomendasi Izin Pembentukan LAZ dan Penandatanganan Pakta Integritas kepada Lembaga Amil Zakat (LAZ Al-Kahfi Peduli).

Sekretaris Utama BAZNAS RI Drs. Muchlis M. Hanafi, MA, mengatakan pemberian izin LAZ ini akan makin mendorong pengelolaan zakat secara nasional, serta mengacu pada 3A yang menjadi prinsip BAZNAS, yakni Aman Syar’i, Aman Regulasi, dan Aman NKRI.

“Semoga dengan adanya surat rekomendasi ini bisa menjadi sebuah kesempurnaan mereka untuk bergerak sesuai aman syar’i dalam tata kelola perzakatan, kita doakan semoga akan berikan yang terbaik dan masyarakat mendapatkan manfaat dari zakat ini,” ujar Muchlis M. Hanafi, MA di Jakarta, Jumat (26/5/2023).

Pemberian surat rekomendasi izin ini juga diikuti dengan penandatangan pakta integritas antara BAZNAS RI yang diwakili oleh SekretarisBAZNAS RI Drs. Muchlis M. Hanafi, MA dengan pimpinan LAZ Al-Kahfi Peduli di Gedung BAZNAS RI, Jakarta, pada Jumat (26/5/2023).

Setelah surat izin rekomendasi dari BAZNAS dikeluarkan,selanjutnya akan diserahkan ke Kementerian Agama untuk disahkan. Artinya, tinggal selangkah lagi LAZ Ak-Kahfi Peduli akan diperpanjang ijin menjadi LAZ dalam skala Kabupaten/Kota.

@herwanto

www.al-kahfi.org

Read more

Aksi Ramadan 1444 H Berbagi Takjil Kolaborasi LAZ Al-Kahfi Peduli dan Kemenag Kab. Bekasi

Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Bekasi berkolaborsi dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ) Al Kahfi Peduli Bekasi mengadakan kegiatan Aksi Ramadan 1444 hijriyah melalui program Jabar Juara berbagi 1000 takjil dan paket ramadan untuk yatim dan dhuafa penerima manfaat.

Kepala Seksi Zakat dan Wakaf (Kasie Zawa) Kabupaten Bekasi, KH. Asep Zaelani mengimbau kepada masyarakat lebih baik membayar zakat kepada Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang resmi.

“Untuk LAZ di Kabupaten Bekasi hanya ada 1 yang telah berizin yaitu LAZ Al Kahfi Peduli, sedang yang lainnya belum berizin,” ujarnya Kamis (13/4/2023).

Tahun ini merupakan kolaborasi perdana antara Kemenag Kabupaten Bekasi dan LAZ Al Kahfi Peduli dalam aksi ramadan 1444 hijriyah.

Sementara itu, Direktur LAZ Al Kahfi Peduli, Ustadz Wahid Aminuddin mengatakan acara ini merupakan tindak lanjut kolaborasi dari kanwil kemenag Provinsi Jawa Barat bahwa seluruh LAZ di Jawa Barat yang harus berkolaborasi untuk kegiatan aksi ramadan berbagi takjil dan santunan yatim dhuafa.

“Karena LAZ Al Kahfi izinnya di Kabupaten Bekasi sehingga kami harus berkolaborasi dengan Kemenag Kabupaten Bekasi,” katanya.

Menurut Wahid, target Ziswaf lembaganya tahun ini seperti yang sudah disampaikan kepada Baznas dan Kemenag sebesar Rp.6 milyar artinya ada kenaikan dari tahun sebelumnya Rp.5,5 milyar.

“Pasca bencana pandemi Covid-19 tentu ada pengaruh signifikan yang awalnya kita sebagai munfiq atau muzakki terutama para pengemudi ojek online dan pedagang kecil yang biasanya mereka berinfaq namun sekarang mereka minta di berikan infaq,” pungkasnya.

Kegiatan Aksi Ramadan ini dihadiri oleh ratusan siswa dan siswi Madrasah Aliyah Nageri (MAN) 1 Kabupaten Bekasi dengan acara penceramah ramadan oleh KH. Asnawi Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Bekasi dan dilanjutkan dengan berbagi takjil di jalan KI Hajar Dewantara serta diakhiri dengan buka puasa bersama.

 

Sumber: suaralegislator.com

Read more

LAZ Al-Kahfi Peduli WTP 5 Kali Berturut-turut

(27/3/2023) – Alhamdulillah, laporan keuangan LAZ Al-Kahfi Peduli periode tahun 2022 meraih predikat opini WAJAR TANPA PENGECUALIAN (WTP) sesuai Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Armanda & Enita Registered Public Accountants.

Itu artinya, terhitung sejak tahun 2018 LAZ Al-Kahfi Peduli telah meraih predikat WTP selama 5 tahun berturut-turut. Sebuah kebahagiaan dan kebanggaan bagi kami bisa menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia.

Terima kasih kepada para donator, mitra, relawan, dan pihak lainnya yang telah memberi dukungan dan doa. Insya Allah dengan ini tekad kami semakin tinggi dalam menjaga profesionalisme kerja dan mengemban amanah dari masyarakat untuk mengelola ZIS.

www.al-kahfi.org

Read more

Keistimewaan Di Bulan Sya’ban

Bulan Sya‘ban merupakan bulan yang di dalamnya terdapat berbagai peristiwa bersejarah, yakni peristiwa pengalihan arah kiblat dari Masjidil Aqsha di Palestina ke Ka‘bah di Arab Saudi dengan penurunan Surat Al-Baqarah ayat 144, Surat Al-Ahzab ayat 56 yang menganjurkan pembacaan shalawat, diangkatnya amal-amal manusia menuju ke hadirat Allah SWT, dan berbagai peristiwa lainnya.

Menilisik dari segi linguistik, Al-Imam ‘Abdurraḥmān As-Shafury dalam literatur kitab momumentalnya Nuzhatul Majâlis wa Muntakhabun Nafâ’is mengatakan bahwa kata Sya’bān (شَعْبَانَ) merupakan singkatan dari huruf shīn yang berarti kemuliaan (الشَّرَفُ). Huruf ‘ain yang berarti derajat dan kedudukan yang tinggi yang terhormat (العُلُوُّ). Huruf ba’ yang berarti kebaikan (البِرُّ). Huruf alif yang berarti kasih sayang (الأُلْفَة). Huruf nun yang berarti cahaya (النُّوْرُ).

 

Ada beberapa hadis shahih yang menunjukkan keistimewaan di bulan Sya’ban, di antara amalan tersebut adalah memperbanyak puasa sunnah selama bulan Sya’ban.

Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,

يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

“Terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam puasa beberapa hari sampai kami katakan, ‘Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika di bulan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Aisyah mengatakan,

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

“Belum pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa satu bulan yang lebih banyak dari pada puasa bulan Sya’ban. Terkadang hampir beliau berpuasa sya’ban sebulan penuh.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Apa Hikmahnya?

Ulama berselisih pendapat tentang hikmah dianjurkannya memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, mengingat adanya banyak riwayat tentang puasa ini.

Pendapat yang paling kuat adalah keterangan yang sesuai dengan hadis dari Usamah bin Zaid, beliau bertanya: “Wahai Rasulullah, saya belum pernah melihat Anda berpuasa dalam satu bulan sebagaimana Anda berpuasa di bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Ini adalah bulan dimana amal-amal diangkat menuju Rab semesta alam. Dan saya ingin ketika amal saya diangkat, saya dalam kondisi berpuasa.” (HR. An Nasa’i, Ahmad, dan sanadnya dihasankan Syaikh Al Albani)

Memperbanyak Ibadah di Malam Nishfu Sya’ban

Ulama berselisih pendapat tentang status keutamaan malam nishfu sya’ban. Setidaknya ada dua pendapat yang saling bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut keterangannya:

Pendapat pertama, tidak ada keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban. Statusnya sama dengan malam-malam biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban adalah hadis lemah. Al Hafidz Abu Syamah mengatakan: Al Hafidz Abul Khithab bin Dihyah –dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban– mengatakan, “Para ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, ‘Tidak terdapat satupun hadis shahih yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban’.” (Al Ba’its ‘ala Inkaril Bida’, Hal. 33).

Pendapat kedua, terdapat keutamaan khusus untuk malam nishfu Sya’ban. Pendapat ini berdasarkan hadis shahih dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu ‘anhu, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibn Majah, At Thabrani, dan dishahihkan Al Albani).

Setelah menyebutkan beberapa waktu yang utama, Syaikhul Islam mengatakan, “…pendapat yang dipegangi mayoritas ulama dan kebanyakan ulama dalam Madzhab Hambali adalah meyakini adanya keutamaan malam nishfu Sya’ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat dari para sahabat dan tabi’in…” (Majmu’ Fatawa, 23:123)

Ibn Rajab mengatakan, “Terkait malam nishfu Sya’ban, dulu para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya, mereka memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu…” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 247).

Di sisi lain penting untuk diperhatikan juga bahwa amaliah menghidupkan malam Nisfu Sya‘ban merupakan persoalan furū’iyyah yang tetap membuka ruang perbedaan tapi tetap dalam semangat yang saling toleran. Pelaksanaaan amaliyah ini berfungsi untuk mempertebal keimanan hamba terhadap Tuhannya. Oleh karena itu, tidak sepatutnya untuk diarahkan pada dimensi sakralitas hukum. Sakralitas hukum terhadap persoalan keimanan juga bisa berimplikasi pada munculnya gesekan-gesekan. Selama semua amaliyah memiliki dasar dan pijakan ilmu pengetahuan tentu tidak perlu untuk dipertentangkan. Perbedaan merupakan suatu keniscayaan (sunnatullâh), tapi menyikapi perselisihan dengan hal yang tidak bijak tentu semakin menjauhkan umat Islam dari nilai-nilai luhur keislamannya.

Menurut hemat penulis, dalam hal memperbanyak ibadah tertentu jika anjuran tersebut berasal dari hadits yang lemah sekalipun tetapi tujuannya baik yaitu anjuran untuk memperbanyak ibadah kepada Allah maka hadits tersebut bisa dijadikan motivasi yang tujuannya untuk taqarrub kepada Allah. Wallahu ‘Alam

 

 

Penulis: Rizki Mustakim, Lc

 

Salurkan zakat, infak dan sedekah anda melalui

Lembaga Amil Zakat Al-Kahfi Peduli

Bank Syariah Mandiri: 7111348884

BNI Syariah: 0731173093

Bank Muamalat: 3290019609

Read more

Perbedaan Sedekah, Infak dan Zakat

Salah satu ajaran Islam yang sangat diutamakan adalah membantu orang lain. Dalam berbagai hadis disebutkan bahwa pahala membantu orang lain sangat besar dan pelakunya akan mendapat bantuan berkali-kali lipat dari Allah atas kesulitannya di dunia mau pun di akhirat. Hal ini bisa dibilang merupakan pengetahuan umum yang semua orang tahu sebab ajaran semacam ini juga dikenal di seluruh agama lain. Namun dalam Islam dikenal beberapa istilah yang berbeda ketika kita membahas tentang bantuan yang bersifat materi, ada istilah Infak, Shadaqah dan Zakat. Berbagai istilah yang semuanya berasal dari bahasa Arab ini kadang rancu sebab tak semua orang tahu perbedaannya. Apa saja perbedaan istilah ini? Berikut ini ulasannya:

Sedekah (shadaqah), menurut ar-Raghib al-Ishfani adalah harta benda yang dikeluarkan orang dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

مَا يُخْرِجُهُ الإْنْسَانُ مِنْ مَالِهِ عَلَى وَجْهِ الْقُرْبَةِ كَالزَّكَاةِ ، لَكِنِ الصَّدَقَةُ فِي الأْصْل تُقَال لِلْمُتَطَوَّعِ بِهِ ، وَالزَّكَاةُ لِلْوَاجِبِ

“Sedekah​​​​​​​ adalah harta-benda yang dikeluarkan orang dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Namun pada dasarnya sedekah​​​​​​​ itu digunakan untuk sesuatu yang disunnahkan, sedang zakat untuk sesuatu yang diwajibkan”. (Abdurra’uf am-Manawi, at-Tauqif fi Muhimmat at-Ta’arif, Bairut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1410 H, h. 453).

Sedekah mencakup zakat sebagai sedekah yang wajib dan mencakup seluruh pemberian yang hukumnya tidak wajib, bahkan istilah sedekah juga sering digunakan untuk menyebut segala jenis kebaikan sebab ada hadis Nabi yang artinya: “Segala kebaikan adalah sedekah” (HR. Bukhari).

Senyuman yang tulus, menyingkirkan duri dari jalan, membaca tasbih atau wirid lainnya dan segala bentuk kebaikan lain secara agama bisa disebut sebagai sedekah. Dalam praktiknya, tak ada ceritanya sedekah dianggap tidak sah atau wajib diulang sebab memang tak punya aturan khusus. Hanya saja sedekah mempunyai kode etik agar pahalanya terjaga, di antaranya harus ikhlas dan tidak diikuti dengan mengungkit-ungkit.

 

Selanjutnya Infak adalah menggunakan atau membelanjakan harta-benda untuk berbagai kebaikan, Infak (infaq) juga bisa dipakai sebagai istilah bagi pemberian dalam rangka menunaikan hajat/kepentingan tertentu. Pemberian uang belanja dari suami untuk kebutuhan rumah tangga, pemberian upah pegawai dan semacamnya adalah infak. Bila infak ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan pahala dari Allah, maka ia menjadi sedekah. Namun bila infaknya dilakukan bukan dalam rangka mencari pahala, maka tidak disebut sebagai sedekah. Oleh karena itu orang yang menghambur-hamburkan atau yang menyia-nyiakan harta bendanya tidak bisa disebut munfiq (orang yang berinfak). Pengertian Infak ini sebagaimana dikemukakan Imam Fakhruddin ar-Razi:

وَاعْلَمْ أَنَّ الْإِنْفَاقَ هُوَ صَرْفُ الْمَالِ إِلَى وُجُوهِ الْمَصَالِحِ ، فَلِذَلِكَ لَا يُقَالُ فِي الْمُضَيِّعِ إِنَّهُ

“Ketahuilah bahwa Infak adalah membelanjakan harta-benda untuk hal-hal yang mengandung kemaslahatan. Oleh karena itu orang yang menyia-nyiakan harta bendanya tidak bisa disebut sebagai munfiq (orang yang berInfak). (Fakhruddin ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, Bairut-Daru Ihya` at-Turats al-‘Arabi, tt, juz, 5, h. 293).

 

Sedangkan zakat merupakan salah satu rukun Islam dan wajib ditunaikan jika sudah memenuhi ketentuan-ketentuannya. Para ulama mendefiniskan zakat sebagai berikut:

اسْمٌ لِقَدْرٍ مَخْصُوصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوصٍ يَجِبُ صَرْفُهُ لِأَصْنَافٍ مَخْصُوصَةٍ

“Zakat adalah sebuah nama untuk menyebutkan kadar harta tertentu yang didistribusikan kepada kelompok tertentu pula dengan pelbagai syarat-syaratnya”. (Muhammad al-Khatib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 1, h. 368).

 

Dari penjelasan di atas setidaknya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Bahwa sedekah ialah apa saja yang diberikan oleh seseorang dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, baik berupa harta maupun non harta. Sedangkan infak adalah membelanjakan harta untuk berbagai kebaikan.  Sedangkan zakat merupakan sedekah​​​​​​​ wajib yang diambil dari harta yang tertentu seperti emas, perak (atau harta simpanan), dan binatang ternak. Disamping itu zakat diberikan kepada kalangan tertentu yang jumlahnya delapan (al-ashnaf ats-tsamaniyah), dan pada waktu tertentu juga. Dengan kata lain, sedekah ​​​​​​​itu ada dua. Yang pertama adalah sedekah ​​​​​​​wajib yang disebut zakat. Kedua adalah sedekah ​​​​​​​tathawwu` atau sedekah ​​​​​​​sunnah. Sedekah ​​​​​​​tathawwu` tidak harus diberikan ke delapan golongan yang wajib menerima zakat. Namun kata sedekah ​​​​​​​kemudian lebih digunakan untuk sedekah ​​​​​​​tathawwu` untuk membedakan dengan istilah zakat.

 

Penulis: Rizki Mustakim, Lc

 

Salurkan zakat, infak dan sedekah anda melalui

Lembaga Amil Zakat Al-Kahfi Peduli

Bank Syariah Mandiri: 7111348884

BNI Syariah: 0731173093

Bank Muamalat: 3290019609

Read more